Terminal utama Bandar Udara
Internasional Minangkabau atau biasa disingkat BIM di Sumatera Barat, Indonesia,
28 Juli 2011
---------
Bandar
Udara Internasional Minangkabau (kode IATA: PDG, kode ICAO: WIPT) atau biasa
disingkat BIM adalah bandar udara bertaraf internasional utama di provinsi
Sumatera Barat yang melayani
penerbangan-penerbangan dari dan ke Kota Padang.
Bandara ini berjarak sekitar 23 km dari pusat Kota Padang yang letaknya bukan
di Padang melainkan di Ketaping, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang
Pariaman. Bandar Udara Internasional Minangkabau mulai dibangun pada tahun
2001, dan dioperasikan secara penuh pada 22 Juli 2005 menggantikan Bandar Udara
Tabing. Dinamakan sesuai dengan nama suku bangsa yang mendiami provinsi
Sumatera Barat, yaitu Minangkabau, BIM merupakan bandara pertama dan
satu-satunya di dunia yang menggunakan nama berdasarkan suku bangsa. Pada tahun
2006, bandara ini ditetapkan oleh Kementerian Agama sebagai tempat embarkasi
dan debarkasi haji untuk wilayah provinsi Sumatera Barat, Bengkulu, dan
sebagian Jambi. Sejak 1 Juli 2012, jam operasional bandara ini diperpanjang
oleh PT Angkasa Pura II hingga pukul 24.00 WIB, yang sebelumnya hanya dibuka
hingga pukul 21.00 WIB.
Tampak depan terminal BIM dari landasan
pacu, 28 Oktober 2005
------------------
Pembangunan
Bandar
Udara Internasional Minangkabau dibangun sebagai pengganti Bandar Udara Tabing
yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan dari segi keselamatan penerbangan
setelah 34 tahun lamanya digunakan. Pembangunan bandara ini mulai dilakukan
pada tahun 2001 dengan menghabiskan biaya sekitar 9,4 miliar Yen, dengan 10% di
antaranya (sekitar 97,6 miliar Rupiah) merupakan pinjaman lunak dari Japan Bank
International Coorporation (JICB). Konstruksinya melibatkan kontraktor Shimizu
dan Marubeni J.O. dari Jepang, dan Adhi Karya dari Indonesia. Bandar Udara
Internasional Minangkabau berdiri di atas tanah seluas 4,27 km² dengan landasan
pacu sepanjang 2.750 meter dengan lebar 45 meter. Penerbangan domestik dan
internasional dilayani oleh terminal seluas 12.570 m² yang berkapasitas sekitar
2,5 juta penumpang setiap tahunnya. Bandara ini adalah bandara kedua di
Indonesia setelah Soekarno-Hatta yang pembangunannya dilakukan dari awal.
Rencana induk pembangunan bandara ini dilakukan dalam tiga tahap, tahap
keduanya dimulai pada tahun 2010. Setelah semua tahap selesai pengerjaannya,
panjang landasan bandara ini akan diperpanjang menjadi 3.600 meter, yang juga
dilengkapi dengan landasan penghubung (taxiway) paralel di sepanjang landasan.
Akses
Bandar
Udara Internasional Minangkabau dapat diakses baik menggunakan kendaraan
pribadi, maupun kendaraan umum seperti bus dan taksi yang beroperasi setiap
hari dari kota Padang dan kota-kota lain di sekitarnya. Selain itu adapula bus
Damri yang melayani rute BIM—Pasar Raya dan bus Tranex Mandiri rute BIM—Lubuk
Begalung. Selama tahun 2011, jumlah penumpang di bandara ini telah mencapai 1,3
juta, dua kali lipat lebih dari yang ditargetkan pada tahun 2010 yaitu 622.000
penumpang. Sejalan dengan perkembangan bandara, pemerintah daerah juga telah
membangun jalan layang di perempatan jalan masuk menuju bandara, kemudian
disusul dengan pelebaran ruas jalan Tabing—Duku sepanjang 10 km yang merupakan
bagian dari ruas jalan Padang—Bukittinggi. Di sisi lain, PT (Persero) Kereta
Api juga telah menambah jalur kereta api baru sepanjang 4,5 km dari Kota Padang
menuju bandara ini. Pengerjaannya mulai dikerjakan pada awal 2011. Proyek
tersebut menjadikan Bandar Udara Internasional Minangkabau tercatat sebagai
bandara pertama di Indonesia yang dapat diakses melalui jalur kereta api.
Landasan pacu BIM tampak dari udara, 17
April 2005
----------------
Maskapai
dan tujuan
Sejumlah
penerbangan yang dilayani bandara ini sama seperti bandara sebelumnya, yaitu
Bandar Udara Tabing. Untuk penerbangan domestik, antara lain dengan Jakarta,
Batam, Medan, Bengkulu, Sungaipenuh, dan Sipora. Sementara untuk penerbangan
internasional yaitu dengan Kuala Lumpur dan Singapura. Bandar Udara
Internasional Minangkabau dapat menampung pesawat berbadan lebar seperti Airbus
A300 atau MD 11. Kelengkapan fasilitas yang jauh berbeda dengan Bandar Udara Tabing,
terbukti menggairahkan aktivitas penerbangan di bandara ini. Hingga saat ini
tercatat sebanyak sepuluh maskapai penerbangan nasional dan dua maskapai
penerbangan asing yang telah beroperasi di bandara ini.